JEJAK SEJARAH PANGERAN
DIPONEGORO
Museum tidak sekedar sebuah
tempat memajang benda-benda kuno dan bersejarah. Namun, melihat lebih jauh,
kita bisa meresapi makna sebuah cerita, sejarah yang menjadi latar belakang,
berikut segenap emosi yang menaunginya.
Di Museum Kamar Pengabdian Pangeran
Diponegoro yang terletak dikompleks Kantor Badan Koordinasi Pembangunan Lintas
Kota dan Kabupaten Wilayah (Bakorwil) ll, Kota Magelang, letupan emosi tersebut
terlihat dari guratan pada sebuah tangan kursi yang disimpan dalam lemari kaca.
“Guratan ini merupakan cengkeraman
tangan Pangeran Diponegoro yang ketika itu merasa sangat marah karena telah
ditipu oleh Belanda,” ujar petugas Museum Kamar Pengabdian Pangeran Diponegoro
Joko Suryo.
Sesuai dengan namanya, museum yang
berbentuk kamar berukuran 4 x 5 meter tersebut memang merupakan simbolisasi
upaya mengabadikan jejak Pangeran Diponegoro, sesaat sebelum ditangkap oleh
Balanda pada tahun 1830.
Kursi tersebut mengabadikan saat-saat
itu. Dengan duduk diatas kursi berbahan kayu jati tersebut, Pangeran Diponegoro
berunding dengan Panglima Angkatan Perang Hindia Balanda di Batavia, Jenderal
De Kock, 28 Maret 1830.
Pertemuan itu digelar Belanda dengan
tujuan meminta Pangeran Diponegoro menghentikan serangannya dalam peperangan.
Namun, Pangeran Diponegoro menolak permintaan itu. Pangeran Diponegoro
bersiteguh menuntut kemerdekaan bagi Indonesia. Perundingan itu pun
buntu.
Menurut perjanjian sebelumnya, jika
tidak ada kata sepakat, Pangeran Diponegoro boleh kembali
bebas, pergi ketempat yang diinginkan. Namun, Belanda
melanggar perjanjian tersebut. Seketika itu juga, Jenderal De Kock memberikan
isyarat kepada pasukannya untuk membekuk Pangeran Diponegoro. Sang Pangeran geram
langsung meremas tangan kursi yang didudukinya. Kini, bekas cengkeraman tangan
tersebut terlihat jelas pada tangan kursi di sisi sebelah kanan.
Selain satu set kursi dan meja
perundingan, museum ini juga berisi 10 barang lainnya. Empat diantaranya berupa
lukisan wajah dan kisah perjuangan Pangeran Diponegoro. Satu lukisan merupakan gambaran wajah
Pangeran Diponegoro saat berusia 35 tahun, hasil karya seorang warga Belanda
yang tidak diketahui namanya. Tiga lukisan lain yang mengisahkan gerak dan
kisah perjuangan Pangeran Diponegoro masing-masing merupakan larya
Hendrajasmoko, Raden Saleh dan Dr Daud Jusuf.
0 komentar:
Posting Komentar